Ngopi Cantik #7 Ternyata Mitos dan Fakta Seputar Skincare Itu....
By widia kusuma dewi - October 26, 2018
Haloo semuanyaa..
Wahh sesuai judul di atas kalian pasti udah kangen kan Ngopi Cantik lagi? Iya, bareng temen-temen dari komunitas Beautiesquad. Kenapa aku betah ikutan? Yaa karena materi yang diberikan menarik banget dan seru aja ketemu teman-teman sesama blogger. Jadi kita bisa saling belajar untuk ngblog agar lebih baik ke depannya.
Jadi apa nih yang akan dibahas Ngopi Cantik yang ke 7?? Nah, kali ini kita akan membahas tentang fakta dan mitos seputar skincare. Kan banyak tuh kita dengar, misalnya kandungan skincare yaitu Paraben. Aman ga sih? Beberapa orang mengatakan paraben itu aman tapi sebagian besar mengatakan bahaya. Nah, yang mana yang benar nih??
Langsung aja yuk baca aja materinya daripada kitanya bingung kan. Sebelumnya kenalan dulu dengan pembicara kita kali ini, Kak Mia dari www.insommia.net. Beliau sebelumnya memiliki masalah kulit yaitu Mild Seborrheic Dematitis yang akhirnya menjadi tertarik mempelajari komposisi skincare dan akhirnya bisa sharing disini. Yang akan dibahas ada 5 poin dan semuanya termasuk yang masih umum diperdebatkan oleh masyarakat.
Pertama, Tidak Semua Skincare atau Kosmetik Natural itu Safe. Dan Tidak Semua Produk Sintetis itu Berbahaya.
Maksudnya apa nih?? Jadi masih banyak dari promosi, kita juga sendiri bilang, produk ini aman tanpa bahan kimia. Padahal sudah berupa bubuk dan dikemas sedemikian rupa.
Sebagai contoh :
Kalau kita ngomongin soal water, pasti banyak ya di toner, moisturizer, lotion, dan lainnya itu pasti selalu jadi ingredients pertama atau kedua dicantumin di produk. Water -> aqua -> air -> H2O. Water itu natural, safe, aman selama enggak ada rasa, bau, dan warna yang aneh. Tapi seperti yang kita ketahui bersama, yang namanya air itu ada namanya sendiri di ilmu kimia : H2O. Jadi, nggak bisa dibilang natural itu enggak mengandung unsur kimia.
Contoh lainnya adalah, kita pasti pernah denger yang namanya titanium dioxide dan zinc oxide. Kalo suka pake sunscreen, pasti tahulah ya, atau hapal sama dua bahan ini.
Nah, dua duanya punya fungsi sebagai sunscreen agent yang bagus untuk melawan UVA dan UVB. Tapi faktanya, sunscreen agent yang diproduksi di pabrik itu dibuat dalam bentuk sintetis. Jadi walaupun di alam ada juga yang namanya titanium dioxide dan zinc oxide, kedua bahan ini nggak safe kalau kita pakai buat bahan skincare, karena beracun.
Contoh lainnya ketika kita berbicara tentang silikon. Silikon itu sintetis, suka banyak yang menganggap ini bahaya. Biasanya karena kita suka denger atau baca artikel yang ngomongin soal suntik silikon. Bahwa ya, memang ada jenis-jenis silikon berbahaya, itu bener. Tapi kalau sifatnya untuk kita pakai sebagai skincare, produsen juga mikir, nggak mungkin menggunakan bahan berbahaya buat ditemplokin ke muka. Dimethicone itu sangat aman, dan sebetulnya merupakan jenis silikon terbaru yang nggak bikin pori pori kita tersumbat.
Kedua, tentang Paraben.
Jadi paraben ini sifatnya sintetis, alias dibikin dengan menggunakan unsur unsur kimia, nggak berasal dari alam.
Salah satu alasan kenapa orang orang takut sama paraben itu karena katanya sih penyebab kanker payudara. Tapi kalau kamu salah satu followers @labmuffinbeautyscience, mungkin kamu pernah baca juga artikel dia tentang paraben. Dari yang aku baca juga, sebetulnya ada mispersepsi soal paraben ini.
Media itu sempat menggembar gemborkan bahwa paraben sebagai reseptor estrogen yang bisa mempengaruhi hormon wanita. Estrogen ini dikaitkan sama penelitian kanker payudara dan ketidakmampuan wanita melakukan reproduksi.
Mereka salah mengartikan gara gara ada penelitian yang dilakukan tahun 2004 terkait kanker payudara, di mana katanya sih di jaringan di dalam payudara ditemukan paraben. Cuman sebetulnya jumlah paraben yang ditemukan itu, kalau diibaratkan, seperti sejumput pasir yang kita genggam pas kita lagi di Sahara. Artinya, sedikit banget..
Jadi, kalo ada green beauty campaign yang nyebut "no paraben, no lanolin, no SLS", buat aku itu pembodohan
Di Indonesia, ya, yang aku perhatiin, kebanyakan produk itu pake ethylhexylglycerin, phenoxyethanol, sama DMDM hyantoin buat bahan pengawet kosmetik, atau skincare
Sampai sejauh ini, paraben termasuk yang paling aman. Karena udah ratusan tahun dari sejak ditemukan sampai sekarang, kasus alergi atau kasus yang membuat paraben dianggap berbahaya itu sangat sedikit
Sementara phenoxyethanol itu dilarang di beberapa negara, dan kemungkinan alergi yang timbul itu rasionya lebih besar dibanding paraben
DMDM hyantoin itu bahan pengawet yang merupakan jenis formaldehyde, dalam arti, ketika ada bakteri hinggap di skincare, DMDM ini fungsinya sebagai antimikroba yang akan membunuh bakteri. Walaupun sampai detik ini masih dianggap aman (tapi setahuku sih kadar persen yang boleh dipakai itu 0.2%), kemungkinan kulit kita iritasi itu jauh lebih besar ketika menggunakan produk dengan bahan pengawet DMDM. Ini, sebetulnya, masih teoriku sendiri, jadi jangan langsung percaya
Karena CIR (Cosmetics Ingredients Review), salah satu lembaga terpercaya yang didirikan di Amrik atas inisiasi beberapa brand kosmetik, ngerilis info kalo DMDM hyantoin, phenyoxyethanol, dan paraben aman selama memenuhi standar safety-nya mereka. Oya, OOT, aku yakin kalian juga sering dengerin soal lembaga bernama EWG, Environmental Working Group. Aku biasanya melesetin jadi Environmental Worry Group, karena mereka salah satu lembaga yang ngerilis info paraben itu bahaya .
Jadi ya, aku saranin, sebaiknya kalian cari info di CIR. EWG bisa jadi acuan tapi jangan jadi patokan utama
Kalo nyari bahan ingredients. CosDNA soalnya suka ngambil dari EWG, aku kurang percaya jadinya wkwk
Jadi ada studi di tahun 2007 yang mempelajari soal pembesaran jaringan payudara yang tidak normal pada tiga remaja laki laki; mereka jadi punya payudara Namanya prepubertal gynecomastia, bisa di-googling. Studinya dipublikasikan di New England Journal of Medicine. It turns out, ternyata tea tree oil dan lavender oil penyebabnya; dua oil ini bisa merangsang estrogenic effect
Jadi gak selamanya yang natural itu safe.
Dan paraben itu gak bahaya, kok. Karena biasanya paling banyak 1% kandungan paraben di skincare; malah sebetulnya biasanya cuma 0.1-0.2% aja.
Ketiga, petrolatum dan petroleum jelly, mineral oil seringkali dianggep berbahaya dan bisa bikin clogged pores-> ini mitos juga
Ini natural, karena mineral oil dan petrolatum itu terbentuk dari hidrokarbon. Apakah safe? Ini safe
Orang pada takut karena disebut sebut kalau mineral oil dan petrolatum itu berasal dari petroleum. Petroleum itu cairan yang ditemukan di bawah batu sedimen, biasanya dipake untuk bahan bakar mobil (bensin) dll. Tapi petrolatum atau mineral oil yang dipake di skincare itu hasil distilasi, dan kalo misal ternyata produsen membeli mineral oil dan petrolatum yang diproses purifikasi terbaik, sebetulnya itu bahan yang nggak akan bikin clogged pores
Jadi misal nih, kayak kita beli produk mengandung mineral oil terus malah kayak bikin komedoan atau jerawatan, belum tentu itu penyebabnya. Bisa jadi sejak awal pori pori kamu tersumbat tapi nggak nyadar, atau bahan mineral oil yang dipakai itu bukan hasil purifikasi terbaik, jadi produsen beli yang murah meriahnya untuk menekan cost produksi. Itu mungkin, jadi jangan langsung nyalahin skincare kalo nggak berguna di kulit kita
Keempat,
Aku yakin banyak yang akan concern atau concern ke arah antiaging
Yang namanya liquid gold dan collagen selalu diiklankan sebagai bahan antiaging, yang bener bener salah kaprah banget
Jadi, ini dimulai ketika tren mengawinkan unsur metal ke skincare, tim marketing ngelaunch tren ini supaya pada banyak yang beli
Aku yakin pasti ada yang pernah pake, karena aku pun salah satu yang dikirimin produk mengandung partikel nano gold. Sampai sejauh ini, kalo mau ngomongin soal unsur metal, yang paling bisa dipercaya itu copper-peptide
Karena sudah ada cukup banyak penelitian yang mengarah ke sana, dan peptide sendiri memang salah satu bahan menjanjikan untuk antiaging
Nah, buat collagen sendiri, ada istilah hydrolyzed collagen. Jadi intinya sih itu berupa collagen yang dipecah pecah lagi hingga jadi molekul terkecil
Ini bakal agak sedikit bikin pusing ya wkwk, tapi aku pikir beauty blogger perlu tahu seenggaknya apa itu Dalton rule
Gampangnya sih, Dalton rule itu salah satu cara yang bisa dipakai untuk menentukan apakah suatu bahan itu skincare atau drug (obat) yang bisa jadi skincare
Kalo di bawah 500 maka sifatnya drug, kalo di atas 500 maka itu skincare
Cara nyari taunya gimana? Cari massa molekulnya (molecule weight). Setahuku salicylc acid di kisaran seratusan, jadi itu sifatnya bisa jadi drug, makanya tidak disarankan buat ibu hamil
Sementara collagen itu di kisaran molecular weight 80-12 kD, jadi kira kira ribuan sampai puluh ribuan
Kalo pake logika, gimana ceritanya collagen bisa membantu untuk antiaging padahal nembus ke lapisan kulit teratas aja gak bisa? Malah bakal jadi sit on top aja, itulah alasannya kenapa aku cenderung nyebut collagen sebagai humektan, cuma bisa bikin kulit jadi lebih moist aja
Sementara salicylic acid, berhubung dia bisa jadi drug, maka sangat mungkin bisa nembus ke pori pori terdalam, dan membantu melakukan eksfoliasi dari bagian dalam kulit
Retinol itu di kisaran 200an, jadi bahwa ya, itu memang bisa jadi bahan antiaging, itu bener
1) Natural nggak selalu safe, sintetis nggak selalu bahaya
2) Paraben nggak bahaya, malah tea tree oil dan lavender oil perlu diwaspadai
3) Petrolatum dan mineral oil nggak bahaya dan nggak bikin pori pori tersumbat
4) Collagen dan liquid gold bukan bahan antiaging
Sayangnya, sayang banget, BPOM itu nggak kayak FDA. FDA itu semacam BPOM di Amrik. Contoh mudahnya ya, aku susah lho mau nyari Peraturan Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika Indonesia yang lengkap. Ada tapi, itu out of date banget, tahun 2011. FDA punya ini dan diatur sedemikian rupa walaupun mereka juga belum 100% sempurna. Tapi dijelasin mana yang aman, mana yang boleh, berapa kadar persentasenya yang aman, dll. Mau nyari tahu soal silikon yang aman, sunscreen agent yang diperbolehkan apa aja, plus bahan pengawet apa yang diperbolehkan itu nggak ada.
Untuk brand
Bisa jadi mereka termakan omongan, bisa jadi tau tapi ditutup tutupin
Karena pusat dari segala kegiatan di industri kosmetik itu di marketingnya
Di satu sisi ada bagusnya juga sih karena orang gak akan tertarik kalo kita terlalu ngomongin soal komposisi bahan, kayak ribet gitu kan. Tapi kalo ada satu hal yang bisa mereka pakai, misal kayak collagen sebagai antiaging, ya mereka pakai itu buat jadi strategi marketing. Perkara bener apa nggak yang penting laku.
Aku ada buku soal green washing tapi belum selesai baca; intinya sih mulai dari permintaan konsumen yang ingin serba green, makanya industri menjawab demikian: no paraben, no lanolin, dll. Kita sedang membodohi diri kita sendiri.
Q: Sebelumnya mau berkomentar tentang pernyataan peran DMDM pada kosmetik dan jumlah prosentase yang aman digunakan yang sudah disebutkan di atas, based on hasil penelitian memang pernyataan dari pemateri benar kok.
Pertanyaanku, bagaimana dengan anjuran pakai skincare yg sebagian besar orang tidak mematuhi anjuran pakai? Apakah aman dan diperbolehkan menggunakan dalam kadar dan intensitas yang lebih. Mengingat anjuran pemakaian pasti selalu ada dicantumkan di kemasan. Misalnya pemakaian masker wajah, 2-3 kali seminggu. Tapi kebanyakan dari kita termasuk aku, kadang melakukannya tidak sesuai anjuran, bisa 5 kali seminggu atau bahkan setiap hari. Apakah yg demikian tidak bisa dikatakan overdose?
A: Aku kalo pake skincare udah gak memenuhi aturan lagi, tapi tergantung jenis yang mana dulu.
Dulu aku strict ngikutin 10 steps of Korean routine dari toner sampe moisturizer, tapi aku cobain gak berurutan pun bisa dipake. Maksudnya, gak ngaruh apa apa.
Tapi misal nih kayak pake masker yang katanya 2-3x seminggu, buat aku tetep tergantung kulitnya sendiri. Kalo memang badak dan perlu lebih banyak, why not? Aku pake AHA tiap hari dan sejauh ini buatku itu cara efektif. Padahal ada anjuran 2-3x seminggu pemakaian.
Jadi, antara kita perlu ngerti kulit kita gimana, plus kira kira skincare macam apa yang digunakan. Kalo kulitnya tipis kasian aja sih dieksfoliasi tiap hari. Aturan itu dibuat karena ngeliat dari rata-rata yang dibutuhkan konsumen dalam pemakaian, mirip kayak minum obat, ada tujuan tertentu. Bakal ketahuan nantinya kalo emang overdose, pasti ada reaksi tertentu di kulit kita.
Q: Menurut kak Mia milih skincare yang safe tu gimana? Dilihat dari ijin BPOM, no animal testing atau brand?
A: Aku biasanya liat dari pengemasan produk, riwayat company, termasuk izin juga. Tapi aku gak selalu ngecek BPOM sih kecuali kayak mencurigakan. Aku biasanya baca dulu bagian komposisi buat milih yang safe buat kulit.
Ini yang paling penting buat diketahui: kalo misal ada komposisinya berupa aqua tanpa satu pun bahan pengawet, jangan pernah beli. Karena air itu perlu bahan pengawet, dan embel embel natural sekarang ngarahnya ke "tanpa bahan pengawet".
Kalo misal dia tanpa bahan pengawet, kayak Pyunkang Yul Essence Toner tapi mencantukan PAO, misal 6 bulan, buat aku masih safe.
Alasannya: Di produknya itu hanya ada bahan bahan sintetis yaitu silikon salah satunya, biasanya "waktu hidupnya" cenderung lama.
Jadi bisa diliat dari pengemasan, izin BPOM, komposisi bahan dan PAO.
Aku cenderung menghindari produk yang non cruelty free karena banyak yang dibuat di China, dan yang di China dipalsuin dan dijual lagi di Indonesia dan aku gak yakin yang beredar dijual bebas di e-commerce 100% asli, bisa jadi suatu saat zonk ternyata malah beli palsu dan dipake. Jadi itu alasannya kenapa aku pilih brand cruelty free, menghindari kemungkinan dapet barang palsu. Sesuai preferensi masing masing
Q: Jadi kan kalo ada project review pasti dari brand/agency yg sponsorin pasti dikasih brief dong. Nah, ga sedikit tuh yang suka minta kita buat sampein ke audience bahwa produknya natural, no paraben dll. Gimana tipsnya jelasin ke audience dengan baik tanpa jadi menyesatkan tapi juga ga kecewain klien.
A: Kemarin aku juga ada project macem begini. Emang susah ya kalo mau jujur tapi tidak menyakiti hati klien. Kalo aku biasanya diperhalus kata katanya, misal: "walaupun no paraben, sebetulnya paraben sejauh ini masih dianggap safe kok. Kecuali kalau kamu alergi paraben, maka sebaiknya hindari produk mengandung paraben".
Jadi aku selalu nyebut, kalo kamu nggak ada alergi sama bahan tertentu, sebetulnya ini safe. Tapi brand A dengan judul X itu memang tidak memakai bahan Y sama sekali.
Jadi jika concernmu adalah produk tanpa bahan Y, maka kamu bisa mempertimbangkan membeli brand A.
Q: Mau tanya tentang chemical peeling, sebenarnya itu pemakaian yg baik digunakan berapa hari sekali? Karena ada produk yang mengatakan bisa pakai setiap hari, tapi takut beli sih. Trus saat wajah berjerawat, boleh peeling nggak? Lebih aman pakai masker wajah atau chemical peeling?
A: Kalo sesuai anjuran itu sekitar 2-3x sehari. Tapi aku pake lactic acid yang TO sama serum X FSS hampir tiap hari, selang seling, karena tau kalo dua duanya mild dan kulitku bisa ngetolerir.
Kalo yang tiap hari aku pikir kayaknya saking mildnya dia bisa dipake.
Pas berjerawat justru bakal lebih cepet pulih pas pake chemical peeling. Di awal sebel sih pasti gara gara jerawat nambah banyak banget.
Dua duanya safe selama kulitnya nggak ngalamin overeksfoliasi. Aku pake clay mask sekitar 1-2x seminggu berbarengan sama chemical peeling sejauh ini aman sih.
Q: Bagaimana dengan teori :
1. Apa baik menyimpan skincare di dalam kulkas setiap hari?
2. Apa sebenarnya kegunaan menyimpan skincare di kulkas? Apakah hanya agar skincare saat dipakai dingin? Atau lebih untuk agar awet saja skincarenya?
A: Yup, gak masalah sih kalo mau nyimpen di kulkas dalam waktu lama. Karena biasanya sih yang bikin kita simpen di kulkas supaya tekstur, warna, dan wanginya nggak aneh aneh, atau juga menghindar dari jamur. Ada produk yang bisa kayak gini kalo gak dikulkasin, ada juga produk yang bakal baik baik aja kalo gak dikulkasin, contohnya kayak Vaseline atay clay mask. Soalnya di suhu ruang, bakteri itu bisa berkembang biak di temperatur tertentu.
Jadi kalo kayak clay mask biasanya agak thick kan, kalo gak mau teksturnya berubah mending jangan simpen kulkas. Tapi sebetulnya boleh.
Q: Aku kan kulitnya dry dan sensitive skin ya. Untuk rescue pertama kali, lebih hydrating kulit dulu apa gimana ya?
A: Yang pasti supaya keadaan skin barrier-nya bisa seimbang harus ada produk hydrator dipake, kalo tipe kering itu pake humektan macem glycerin, atau occlusive kayak wax atau oil. Soalnya kalo barrier-nya bermasalah, gampag banget masalah kulit timbul.
Soal sensitif itu adalah salah kaprah juga sih, bisa jadi sensitif atau sensitize.
Sensitif biasanya karena lapisan epidermisnya tipis, jadi memungkinkan kulitnya jadi kemerahan, gampang iritasi, terinflamasi, dll. Biasanya kulit sensitif itu karena turunan.
Sensitize itu kondisinya mirip kayak kulit sensitif tapi pengaruhnya dari luar, bukan karena faktor turunan.
Jadi buat rescue bagusnya:
1) Kontrol kesehatan
2) Pake sabun cuci muka yang pH friendly
3) Pakai produk yang bisa ngerepair skin seperti yang mengandung ceramide, urea, vitamin B5
4) Pake sunscreen yang emang sudah cocok banget di kulit; kecuali kondisi kulit beda jangan ganti ganti
Wahh lengkap banget kan pembahasannya. Jangan lupa kalian cek kondisi kulit dan expired kosmetik serta skincare ya. See you
Jadi apa nih yang akan dibahas Ngopi Cantik yang ke 7?? Nah, kali ini kita akan membahas tentang fakta dan mitos seputar skincare. Kan banyak tuh kita dengar, misalnya kandungan skincare yaitu Paraben. Aman ga sih? Beberapa orang mengatakan paraben itu aman tapi sebagian besar mengatakan bahaya. Nah, yang mana yang benar nih??
Langsung aja yuk baca aja materinya daripada kitanya bingung kan. Sebelumnya kenalan dulu dengan pembicara kita kali ini, Kak Mia dari www.insommia.net. Beliau sebelumnya memiliki masalah kulit yaitu Mild Seborrheic Dematitis yang akhirnya menjadi tertarik mempelajari komposisi skincare dan akhirnya bisa sharing disini. Yang akan dibahas ada 5 poin dan semuanya termasuk yang masih umum diperdebatkan oleh masyarakat.
Pertama, Tidak Semua Skincare atau Kosmetik Natural itu Safe. Dan Tidak Semua Produk Sintetis itu Berbahaya.
Maksudnya apa nih?? Jadi masih banyak dari promosi, kita juga sendiri bilang, produk ini aman tanpa bahan kimia. Padahal sudah berupa bubuk dan dikemas sedemikian rupa.
Sebagai contoh :
Kalau kita ngomongin soal water, pasti banyak ya di toner, moisturizer, lotion, dan lainnya itu pasti selalu jadi ingredients pertama atau kedua dicantumin di produk. Water -> aqua -> air -> H2O. Water itu natural, safe, aman selama enggak ada rasa, bau, dan warna yang aneh. Tapi seperti yang kita ketahui bersama, yang namanya air itu ada namanya sendiri di ilmu kimia : H2O. Jadi, nggak bisa dibilang natural itu enggak mengandung unsur kimia.
Contoh lainnya adalah, kita pasti pernah denger yang namanya titanium dioxide dan zinc oxide. Kalo suka pake sunscreen, pasti tahulah ya, atau hapal sama dua bahan ini.
Nah, dua duanya punya fungsi sebagai sunscreen agent yang bagus untuk melawan UVA dan UVB. Tapi faktanya, sunscreen agent yang diproduksi di pabrik itu dibuat dalam bentuk sintetis. Jadi walaupun di alam ada juga yang namanya titanium dioxide dan zinc oxide, kedua bahan ini nggak safe kalau kita pakai buat bahan skincare, karena beracun.
Contoh lainnya ketika kita berbicara tentang silikon. Silikon itu sintetis, suka banyak yang menganggap ini bahaya. Biasanya karena kita suka denger atau baca artikel yang ngomongin soal suntik silikon. Bahwa ya, memang ada jenis-jenis silikon berbahaya, itu bener. Tapi kalau sifatnya untuk kita pakai sebagai skincare, produsen juga mikir, nggak mungkin menggunakan bahan berbahaya buat ditemplokin ke muka. Dimethicone itu sangat aman, dan sebetulnya merupakan jenis silikon terbaru yang nggak bikin pori pori kita tersumbat.
Kedua, tentang Paraben.
Jadi paraben ini sifatnya sintetis, alias dibikin dengan menggunakan unsur unsur kimia, nggak berasal dari alam.
Salah satu alasan kenapa orang orang takut sama paraben itu karena katanya sih penyebab kanker payudara. Tapi kalau kamu salah satu followers @labmuffinbeautyscience, mungkin kamu pernah baca juga artikel dia tentang paraben. Dari yang aku baca juga, sebetulnya ada mispersepsi soal paraben ini.
Media itu sempat menggembar gemborkan bahwa paraben sebagai reseptor estrogen yang bisa mempengaruhi hormon wanita. Estrogen ini dikaitkan sama penelitian kanker payudara dan ketidakmampuan wanita melakukan reproduksi.
Mereka salah mengartikan gara gara ada penelitian yang dilakukan tahun 2004 terkait kanker payudara, di mana katanya sih di jaringan di dalam payudara ditemukan paraben. Cuman sebetulnya jumlah paraben yang ditemukan itu, kalau diibaratkan, seperti sejumput pasir yang kita genggam pas kita lagi di Sahara. Artinya, sedikit banget..
Jadi, kalo ada green beauty campaign yang nyebut "no paraben, no lanolin, no SLS", buat aku itu pembodohan
Di Indonesia, ya, yang aku perhatiin, kebanyakan produk itu pake ethylhexylglycerin, phenoxyethanol, sama DMDM hyantoin buat bahan pengawet kosmetik, atau skincare
Sampai sejauh ini, paraben termasuk yang paling aman. Karena udah ratusan tahun dari sejak ditemukan sampai sekarang, kasus alergi atau kasus yang membuat paraben dianggap berbahaya itu sangat sedikit
Sementara phenoxyethanol itu dilarang di beberapa negara, dan kemungkinan alergi yang timbul itu rasionya lebih besar dibanding paraben
DMDM hyantoin itu bahan pengawet yang merupakan jenis formaldehyde, dalam arti, ketika ada bakteri hinggap di skincare, DMDM ini fungsinya sebagai antimikroba yang akan membunuh bakteri. Walaupun sampai detik ini masih dianggap aman (tapi setahuku sih kadar persen yang boleh dipakai itu 0.2%), kemungkinan kulit kita iritasi itu jauh lebih besar ketika menggunakan produk dengan bahan pengawet DMDM. Ini, sebetulnya, masih teoriku sendiri, jadi jangan langsung percaya
Karena CIR (Cosmetics Ingredients Review), salah satu lembaga terpercaya yang didirikan di Amrik atas inisiasi beberapa brand kosmetik, ngerilis info kalo DMDM hyantoin, phenyoxyethanol, dan paraben aman selama memenuhi standar safety-nya mereka. Oya, OOT, aku yakin kalian juga sering dengerin soal lembaga bernama EWG, Environmental Working Group. Aku biasanya melesetin jadi Environmental Worry Group, karena mereka salah satu lembaga yang ngerilis info paraben itu bahaya .
Jadi ya, aku saranin, sebaiknya kalian cari info di CIR. EWG bisa jadi acuan tapi jangan jadi patokan utama
Kalo nyari bahan ingredients. CosDNA soalnya suka ngambil dari EWG, aku kurang percaya jadinya wkwk
Jadi ada studi di tahun 2007 yang mempelajari soal pembesaran jaringan payudara yang tidak normal pada tiga remaja laki laki; mereka jadi punya payudara Namanya prepubertal gynecomastia, bisa di-googling. Studinya dipublikasikan di New England Journal of Medicine. It turns out, ternyata tea tree oil dan lavender oil penyebabnya; dua oil ini bisa merangsang estrogenic effect
Jadi gak selamanya yang natural itu safe.
Dan paraben itu gak bahaya, kok. Karena biasanya paling banyak 1% kandungan paraben di skincare; malah sebetulnya biasanya cuma 0.1-0.2% aja.
Ketiga, petrolatum dan petroleum jelly, mineral oil seringkali dianggep berbahaya dan bisa bikin clogged pores-> ini mitos juga
Ini natural, karena mineral oil dan petrolatum itu terbentuk dari hidrokarbon. Apakah safe? Ini safe
Orang pada takut karena disebut sebut kalau mineral oil dan petrolatum itu berasal dari petroleum. Petroleum itu cairan yang ditemukan di bawah batu sedimen, biasanya dipake untuk bahan bakar mobil (bensin) dll. Tapi petrolatum atau mineral oil yang dipake di skincare itu hasil distilasi, dan kalo misal ternyata produsen membeli mineral oil dan petrolatum yang diproses purifikasi terbaik, sebetulnya itu bahan yang nggak akan bikin clogged pores
Jadi misal nih, kayak kita beli produk mengandung mineral oil terus malah kayak bikin komedoan atau jerawatan, belum tentu itu penyebabnya. Bisa jadi sejak awal pori pori kamu tersumbat tapi nggak nyadar, atau bahan mineral oil yang dipakai itu bukan hasil purifikasi terbaik, jadi produsen beli yang murah meriahnya untuk menekan cost produksi. Itu mungkin, jadi jangan langsung nyalahin skincare kalo nggak berguna di kulit kita
Keempat,
Aku yakin banyak yang akan concern atau concern ke arah antiaging
Yang namanya liquid gold dan collagen selalu diiklankan sebagai bahan antiaging, yang bener bener salah kaprah banget
Jadi, ini dimulai ketika tren mengawinkan unsur metal ke skincare, tim marketing ngelaunch tren ini supaya pada banyak yang beli
Aku yakin pasti ada yang pernah pake, karena aku pun salah satu yang dikirimin produk mengandung partikel nano gold. Sampai sejauh ini, kalo mau ngomongin soal unsur metal, yang paling bisa dipercaya itu copper-peptide
Karena sudah ada cukup banyak penelitian yang mengarah ke sana, dan peptide sendiri memang salah satu bahan menjanjikan untuk antiaging
Nah, buat collagen sendiri, ada istilah hydrolyzed collagen. Jadi intinya sih itu berupa collagen yang dipecah pecah lagi hingga jadi molekul terkecil
Ini bakal agak sedikit bikin pusing ya wkwk, tapi aku pikir beauty blogger perlu tahu seenggaknya apa itu Dalton rule
Gampangnya sih, Dalton rule itu salah satu cara yang bisa dipakai untuk menentukan apakah suatu bahan itu skincare atau drug (obat) yang bisa jadi skincare
Kalo di bawah 500 maka sifatnya drug, kalo di atas 500 maka itu skincare
Cara nyari taunya gimana? Cari massa molekulnya (molecule weight). Setahuku salicylc acid di kisaran seratusan, jadi itu sifatnya bisa jadi drug, makanya tidak disarankan buat ibu hamil
Sementara collagen itu di kisaran molecular weight 80-12 kD, jadi kira kira ribuan sampai puluh ribuan
Kalo pake logika, gimana ceritanya collagen bisa membantu untuk antiaging padahal nembus ke lapisan kulit teratas aja gak bisa? Malah bakal jadi sit on top aja, itulah alasannya kenapa aku cenderung nyebut collagen sebagai humektan, cuma bisa bikin kulit jadi lebih moist aja
Sementara salicylic acid, berhubung dia bisa jadi drug, maka sangat mungkin bisa nembus ke pori pori terdalam, dan membantu melakukan eksfoliasi dari bagian dalam kulit
Retinol itu di kisaran 200an, jadi bahwa ya, itu memang bisa jadi bahan antiaging, itu bener
Kesimpulan
2) Paraben nggak bahaya, malah tea tree oil dan lavender oil perlu diwaspadai
3) Petrolatum dan mineral oil nggak bahaya dan nggak bikin pori pori tersumbat
4) Collagen dan liquid gold bukan bahan antiaging
Q and A Time
Q: Menaggapi mitos-mitos tadi, kalau peran BPOM sendiri menurut Mia gimana? Apa udah cukup melindungi konsumen Indonesia khususnya skincare? Trus, sekarang banyak brand skincare lokal yang menggembar gemborkan no Paraben. Padahal dalam kadar yang sesuai, paraben itu aman dan emang terbukti keamanannya. Yang aku mau tanya, apa brand itu kurang paham tentang itu, atau emang sengaja bikin blunder masalah paraben ini?
A: Aku rasa harusnya BPOM itu ngegenjot lebih strict lagi karena setahuku sekarang banyak produk beredar atas izin BPOM, tapi tanpa pengecekan dari BPOM sendiri. CMIIW, dari yang pernah aku baca, kode izin edar sama kode sudah dicek oleh BPOM sendiri itu beda. Untuk izin edar namanya notifikasi kosmetik, sementara nomor registrasi BPOM diberikan oleh BPOM setelah sampel produknya diuji.
Sayangnya, sayang banget, BPOM itu nggak kayak FDA. FDA itu semacam BPOM di Amrik. Contoh mudahnya ya, aku susah lho mau nyari Peraturan Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika Indonesia yang lengkap. Ada tapi, itu out of date banget, tahun 2011. FDA punya ini dan diatur sedemikian rupa walaupun mereka juga belum 100% sempurna. Tapi dijelasin mana yang aman, mana yang boleh, berapa kadar persentasenya yang aman, dll. Mau nyari tahu soal silikon yang aman, sunscreen agent yang diperbolehkan apa aja, plus bahan pengawet apa yang diperbolehkan itu nggak ada.
Untuk brand
Bisa jadi mereka termakan omongan, bisa jadi tau tapi ditutup tutupin
Karena pusat dari segala kegiatan di industri kosmetik itu di marketingnya
Di satu sisi ada bagusnya juga sih karena orang gak akan tertarik kalo kita terlalu ngomongin soal komposisi bahan, kayak ribet gitu kan. Tapi kalo ada satu hal yang bisa mereka pakai, misal kayak collagen sebagai antiaging, ya mereka pakai itu buat jadi strategi marketing. Perkara bener apa nggak yang penting laku.
Aku ada buku soal green washing tapi belum selesai baca; intinya sih mulai dari permintaan konsumen yang ingin serba green, makanya industri menjawab demikian: no paraben, no lanolin, dll. Kita sedang membodohi diri kita sendiri.
Q: Sebelumnya mau berkomentar tentang pernyataan peran DMDM pada kosmetik dan jumlah prosentase yang aman digunakan yang sudah disebutkan di atas, based on hasil penelitian memang pernyataan dari pemateri benar kok.
Pertanyaanku, bagaimana dengan anjuran pakai skincare yg sebagian besar orang tidak mematuhi anjuran pakai? Apakah aman dan diperbolehkan menggunakan dalam kadar dan intensitas yang lebih. Mengingat anjuran pemakaian pasti selalu ada dicantumkan di kemasan. Misalnya pemakaian masker wajah, 2-3 kali seminggu. Tapi kebanyakan dari kita termasuk aku, kadang melakukannya tidak sesuai anjuran, bisa 5 kali seminggu atau bahkan setiap hari. Apakah yg demikian tidak bisa dikatakan overdose?
A: Aku kalo pake skincare udah gak memenuhi aturan lagi, tapi tergantung jenis yang mana dulu.
Dulu aku strict ngikutin 10 steps of Korean routine dari toner sampe moisturizer, tapi aku cobain gak berurutan pun bisa dipake. Maksudnya, gak ngaruh apa apa.
Tapi misal nih kayak pake masker yang katanya 2-3x seminggu, buat aku tetep tergantung kulitnya sendiri. Kalo memang badak dan perlu lebih banyak, why not? Aku pake AHA tiap hari dan sejauh ini buatku itu cara efektif. Padahal ada anjuran 2-3x seminggu pemakaian.
Jadi, antara kita perlu ngerti kulit kita gimana, plus kira kira skincare macam apa yang digunakan. Kalo kulitnya tipis kasian aja sih dieksfoliasi tiap hari. Aturan itu dibuat karena ngeliat dari rata-rata yang dibutuhkan konsumen dalam pemakaian, mirip kayak minum obat, ada tujuan tertentu. Bakal ketahuan nantinya kalo emang overdose, pasti ada reaksi tertentu di kulit kita.
Q: Menurut kak Mia milih skincare yang safe tu gimana? Dilihat dari ijin BPOM, no animal testing atau brand?
A: Aku biasanya liat dari pengemasan produk, riwayat company, termasuk izin juga. Tapi aku gak selalu ngecek BPOM sih kecuali kayak mencurigakan. Aku biasanya baca dulu bagian komposisi buat milih yang safe buat kulit.
Ini yang paling penting buat diketahui: kalo misal ada komposisinya berupa aqua tanpa satu pun bahan pengawet, jangan pernah beli. Karena air itu perlu bahan pengawet, dan embel embel natural sekarang ngarahnya ke "tanpa bahan pengawet".
Kalo misal dia tanpa bahan pengawet, kayak Pyunkang Yul Essence Toner tapi mencantukan PAO, misal 6 bulan, buat aku masih safe.
Alasannya: Di produknya itu hanya ada bahan bahan sintetis yaitu silikon salah satunya, biasanya "waktu hidupnya" cenderung lama.
Jadi bisa diliat dari pengemasan, izin BPOM, komposisi bahan dan PAO.
Aku cenderung menghindari produk yang non cruelty free karena banyak yang dibuat di China, dan yang di China dipalsuin dan dijual lagi di Indonesia dan aku gak yakin yang beredar dijual bebas di e-commerce 100% asli, bisa jadi suatu saat zonk ternyata malah beli palsu dan dipake. Jadi itu alasannya kenapa aku pilih brand cruelty free, menghindari kemungkinan dapet barang palsu. Sesuai preferensi masing masing
Q: Jadi kan kalo ada project review pasti dari brand/agency yg sponsorin pasti dikasih brief dong. Nah, ga sedikit tuh yang suka minta kita buat sampein ke audience bahwa produknya natural, no paraben dll. Gimana tipsnya jelasin ke audience dengan baik tanpa jadi menyesatkan tapi juga ga kecewain klien.
A: Kemarin aku juga ada project macem begini. Emang susah ya kalo mau jujur tapi tidak menyakiti hati klien. Kalo aku biasanya diperhalus kata katanya, misal: "walaupun no paraben, sebetulnya paraben sejauh ini masih dianggap safe kok. Kecuali kalau kamu alergi paraben, maka sebaiknya hindari produk mengandung paraben".
Jadi aku selalu nyebut, kalo kamu nggak ada alergi sama bahan tertentu, sebetulnya ini safe. Tapi brand A dengan judul X itu memang tidak memakai bahan Y sama sekali.
Jadi jika concernmu adalah produk tanpa bahan Y, maka kamu bisa mempertimbangkan membeli brand A.
Q: Mau tanya tentang chemical peeling, sebenarnya itu pemakaian yg baik digunakan berapa hari sekali? Karena ada produk yang mengatakan bisa pakai setiap hari, tapi takut beli sih. Trus saat wajah berjerawat, boleh peeling nggak? Lebih aman pakai masker wajah atau chemical peeling?
A: Kalo sesuai anjuran itu sekitar 2-3x sehari. Tapi aku pake lactic acid yang TO sama serum X FSS hampir tiap hari, selang seling, karena tau kalo dua duanya mild dan kulitku bisa ngetolerir.
Kalo yang tiap hari aku pikir kayaknya saking mildnya dia bisa dipake.
Pas berjerawat justru bakal lebih cepet pulih pas pake chemical peeling. Di awal sebel sih pasti gara gara jerawat nambah banyak banget.
Dua duanya safe selama kulitnya nggak ngalamin overeksfoliasi. Aku pake clay mask sekitar 1-2x seminggu berbarengan sama chemical peeling sejauh ini aman sih.
Q: Bagaimana dengan teori :
1. Apa baik menyimpan skincare di dalam kulkas setiap hari?
2. Apa sebenarnya kegunaan menyimpan skincare di kulkas? Apakah hanya agar skincare saat dipakai dingin? Atau lebih untuk agar awet saja skincarenya?
A: Yup, gak masalah sih kalo mau nyimpen di kulkas dalam waktu lama. Karena biasanya sih yang bikin kita simpen di kulkas supaya tekstur, warna, dan wanginya nggak aneh aneh, atau juga menghindar dari jamur. Ada produk yang bisa kayak gini kalo gak dikulkasin, ada juga produk yang bakal baik baik aja kalo gak dikulkasin, contohnya kayak Vaseline atay clay mask. Soalnya di suhu ruang, bakteri itu bisa berkembang biak di temperatur tertentu.
Jadi kalo kayak clay mask biasanya agak thick kan, kalo gak mau teksturnya berubah mending jangan simpen kulkas. Tapi sebetulnya boleh.
Q: Aku kan kulitnya dry dan sensitive skin ya. Untuk rescue pertama kali, lebih hydrating kulit dulu apa gimana ya?
A: Yang pasti supaya keadaan skin barrier-nya bisa seimbang harus ada produk hydrator dipake, kalo tipe kering itu pake humektan macem glycerin, atau occlusive kayak wax atau oil. Soalnya kalo barrier-nya bermasalah, gampag banget masalah kulit timbul.
Soal sensitif itu adalah salah kaprah juga sih, bisa jadi sensitif atau sensitize.
Sensitif biasanya karena lapisan epidermisnya tipis, jadi memungkinkan kulitnya jadi kemerahan, gampang iritasi, terinflamasi, dll. Biasanya kulit sensitif itu karena turunan.
Sensitize itu kondisinya mirip kayak kulit sensitif tapi pengaruhnya dari luar, bukan karena faktor turunan.
Jadi buat rescue bagusnya:
1) Kontrol kesehatan
2) Pake sabun cuci muka yang pH friendly
3) Pakai produk yang bisa ngerepair skin seperti yang mengandung ceramide, urea, vitamin B5
4) Pake sunscreen yang emang sudah cocok banget di kulit; kecuali kondisi kulit beda jangan ganti ganti
Wahh lengkap banget kan pembahasannya. Jangan lupa kalian cek kondisi kulit dan expired kosmetik serta skincare ya. See you